Kisah Sukes Sahabat Abu Bakar As-Shidiq bag1


Semua peristiwa sejarah dunia Islam catatannya didasarkan pada kisah hijrah Nabi dari Mekah ke Medinah. Rahasia diambilnya peristiwa  besar ini sebagai permulaan sejarah Islam, karena waktu itulah permulaan Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya dalam  menghadapi mereka yang mcmerangi risalahnya di tanah suci itu.  Kemudian mereka melakukan perbuatan-perbuatan makar hendak membunuhnya. Dalam hijrah itu hanya Abu Bakr sendiri saja yang menemani Rasulullah. Dalam sakitnya yang terakhir dan ketika  sudah  tidak kuat lagi mengimami salat, Rasulullah meminta Abu Bakr bertindak memimpin salat itu menggantikannya. la tidak ingin tempat ini dipegang oleh Umar bin Khattab.

Nabi memilih Abu Bakr dalam hijrah dan salat
Dipilihnya Abu Bakr menemaninya ketika hijrah dan mengimami salat menggantikannya, karena Abu Bakr Muslim pertama yang beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah, dan demi imannya itu  pula dialah yang paling banyak berkorban. Sejak masuk Islam besar  sekali hasratnya hendak membantu Nabi dalam berdakwah demi  agama  Allah dan membela kaum Muslimin. la lebih mencintai  Rasulullah daripada dirinya sendiri, mendampinginya selalu dalam  setiap peristiwa. Di samping itu, di samping iman yang begitu teguh  akhlaknya pun sudah mendekati kesempurnaan, cintanya begitu besar  kepada orang lain, paling dekat dan akrab kepada mereka.
Jika demikian halnya, tidak heran bila Muslimin kemudian mengangkatnya sebagai pengganti Rasulullah. Memang, tidak heranlah dengan sikapnya itu ia membela Islam dan menyebarkan agama Allah  di muka bumi ini. Dialah yang telah memulai sejarah lahirnya kedaulatan1  Islam, (1  Pengertian kedaulatan di sini dan di bagian-bagian lain dalam buku ini  merupakan terjemahan kata bahasa Arab imbaraturiyah, 'sebuah kedaulatan besar, luas  dan banyak jumlahnya, dengan kekuatan yang besar meliputi bcrbagai macam bangsa,  golongan, ras) yang kemudian menyebar di timur dan di barat, ke India dan  Tiongkok di Asia, ke Maroko dan Andalusia di Afrika dan Eropa,  dan  yang kemudian mengarahkan kebudayaan umat manusia ke  suatu  tujuan, yang pengaruhnya di seluruh dunia masih terasa sampai  sekarang.

Sebuah studi tentang kedaulatan Islam
Selesai menulis kedua buku saya,  Sejarah Hidup Muhammad  dan Fi Manzilil-Wahy ("Di Lembah Wahyu,") terlintas dalam pikiran  saya hendak mengadakan beberapa studi lagi mengenai sejarah  kedaulatan Islam sejagat ini, serta sebab-sebab kebesaran dan  kemundurannya. Tetapi dalam hal ini saya tergoda oleh suatu  pemikiran bahwa kedaulatan Islam ini adalah hasil ajaran-ajaran dan tuntunan Nabi juga. Dalam melakukan studi sejarah Nabi   Sallallahu    'alaihi wasallam dan melihat hasil studi ini yang memang indah,  yang  sudah sepatutnya akan mcngantarkan langkah umat manusia ke  arah kebudayaan yang selama ini didambakan, maka dalam  mengadakan studi kedaulatan ini serta perkembangannya, lebih besar  lagi hasrat kita hendak mengambil teladan dan ajaran-ajaran Rasulullah  sebagai pangkal bertolak. Hal ini akan mempermudah kita  memperolch  pengetahuan baru mengenai kehidupan yang begitu  cemcrlang dan agung. Para ahli rasanya akan lebih puas dengan apa yang pernah saya imbau agar kita lebih mendalami kenyataankenyataan  psikologis di samping rohani yang terkandung di dalamnya. Ilmu  pengetahuan dengan segala sarananya, dengan segala dalil yang pernah  dikemukakan, belum dapat membuktikan, juga tak dapat menafikan.  Padahal itu merupakan dasar kebahagiaan hidup umat manusia dan sekaligus menjadi juru kemudinya.

Terdorong oleh pemikiran semacam itu, saya yakin bahwa pengenalan kita pada masa lampau dengan sendirinya akan memberikan gambaran masa depan, dan sekaligus membimbing upaya kita ke arah tujuan  yang sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia. Masa lampau, masa  sekarang dan masa depan merupakan satu kesatuan yang tak  tcrpisahkan. Mengenai masa lampau adalah suatu langkah untuk  mencntukan diagnosis yang tepat masa sekarang serta mengatur masa yang akan datang. Sama halnya dengan pengetahuan seorang dokter mengenai masa lampau penyakit penderitanya, yakni langkah paling  baik untuk membuat diagnosis serta cara pengobatannya.


dan kebudayaan yang beraneka warna',  (al-Mu'jam al-Kabir); imperium (Latin) atau empire (Inggris),  di Rumawi kuno, kedaulatan di tangan seorang pemimpin militer tertinggi; kekuasaan tertinggi, kedaulatan mutlak, absolut, kedaulatan kekaisaran'   Webster's New Twentienth Century Dictionary. Pnj.



Masa sekarang yang telah dilahirkan oleh kedaulatan Islam,  dalam arti khusus meliputi semua bangsa berbahasa Arab, dan mereka  yakin pula bahasa mereka mempunyai hubungan atau nasab dengan penduduk jazirah itu, dan Mesir merupakan pusat lingkaran  bangsa-bangsa itu: dikelilingi oleh Palestina, Suria dan Irak di sebelah timur; Tripoli, Tunis, Aljazair dan Maroko di sebelah barat.  Dalam  arti umum,  sekarang meliputi semua bangsa yang beragama Islam di  Asia, Afrika dan Eropa. Sudah tentu studi tentang masa lampau  kedaulatan Islam yang selalu mempersatukan bangsa-bangsa itu semua  akan menjadi pusat perhatian bersama dan masing-masing yang  melihat  wajahnya ke masa empat belas abad silam itu akan tampak  dalam studi ini. Dengan demikian akan kita ketahui pula faktor-faktor  yang telah menyebabkan wajah itu ternoda sampai menjadi rusak, dan  dengan pengetahuan itu kita akan mencarikan jalan bagaimana wajah  itu  hams kita kembalikan kepada keagungannya semula, kepada keindahannya yang memang begitu cemerlang.

Sementara saya sedang memikirkan hal ini dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu, beberapa pihak yang pernah memperlihatkan rasa  simpatinya terhadap  buku  Hayat Muhammad  (Sejarah Hidup Muhammad) mendorong saya untuk membuat juga studi mengenai biografi pengganti-penggantinya yang mula-mula, dan secara khusus menulis biografi yang menyeluruh mengenai beberapa  pahlawan  Islam masa itu, untuk setiap orang ditulis sebuah biografi  tersendiri. Kalaupun keinginan teman-teman itu memang  mcnyenangkan saya dan juga berkenan di hati, saya sungguh prihatin  atas apa yang mereka harapkan itu; suatu hal yang tak akan cukup  upaya untuk menyelesaikannya, dan hanya akan menjadi beban yang  berat bagi mereka yang sama-sama membantu.

Kenapa dimulai dari biografi Abu Bakr
Biografi Umar bin Khattab misalnya, yang banyak dibicarakan  orang, karena mereka melihat bahwa sejarah Umar itu adalah titik  gemilang dalam wajah sejarah Islam. Dalam hal ini saya berkata  dalam  hati: kalau begitu kenapa tidak saya mulai dengan sejarah Abu  Bakr saja, dengan membuat studi dan mengemukakannya seperti yang  sudah saya lakukan dengan Sejarah Hidup Muhammad? Abu Bakr,  sahabat dekat Muhammad, orang yang paling banyak berhubungan dengan dia, di samping memang orang yang paling setia dan paling banyak mengikuti ajaranajarannya. Di samping itu ia memang orang  yang sangat ramah dan lembut hati, dan karena dia jugalah puluhan  dan ratusan ribu Muslimin tersebar ke segenap penjuru, Juga, dengan  segala kelembutannya itu dia adalah Khalifah pertama. Dialah yang telah memperkuat Islam  kcmbali tatkala orang-orang Arab yang murtad mencoba mau  menggoyahkan sendi-sendi Islam, di samping juga dialah yang telah  merintis penyebaran Islam ke luar dan merintis pula kedaulatannya.

Jika terlaksana maksud saya menulis sejarah hidupnya seperti  yang saya harapkan, kiranya saya sudah juga membuka jalan ke arah penulisan sejarah kedaulatan ini seluruhnya atau sebagiannya. Dengan  demikian, apa yang dikehendaki Allah agar tujuan yang agung ini  disampaikan, kiranya sudah saya penuhi, dan sekaligus memperlancar jalan buat mereka yang ingin meneruskan atau memulai dari pertama  ke  arah yang lebih sempurna.

Kebesarannya
Sekiranya usaha saya ini terhenti hanya pada sejarah hidup Abu  Bakr saja, rasanya itu pun sudah cukup memadai dan dengan itu hati  saya merasa senang juga. Untuk meyakinkan, cukup kiranya kita  mengikuti apa yang terjadi pada masa Khalifah pertama itu. Apa  yang  diceritakan oleh para ahli sejarah mengenai kejadian-kejadian  masa itu, dengan segala kebcsaran jiwanya yang kita lihat, sungguh  mengejutkan kita, bahkan mengagumkan sekali, atau lebih dari itu,  menimbulkan rasa hormat. Malah saya khawatir kalau sampai hal itu  dapat menjurus pada pemujaan. Kita memang tidak melihat jelas-jclas  pcngertian scmacam itu dalam buku-buku lama mana pun. Tetapi jalannya segala peristiwa dalam sumbcr-sumber itu, kalaupun tidak  sampai menerjemahkannya bulat-bulat, setidak-tidaknya sudah  memperlihatkan semua kcnyataan itu dengan jelas sekali.

Laki-laki yang begitu rendah hati itu, begitu mudah tcrharu,  begitu halus perasaannya, bergaul dengan ofang-orang papa, dengan  mereka yang lemah dalam dirinya terpendam suatu kekuatan yang  dahsyat sekali. Dengan kemampuan yang luar biasa dalam membina  tokoh-tokoh serta dalam menampilkan posisi dan bakat mereka, ia tak  kenal ragu, pantang mundur. Ia mendorong mereka terjun ke dalam  lapangan yang bcrmanfaat untuk kepentingan umum, menyalurkan  segala kekuatan dengan kemampuan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.

Di manakah terpendamnya sifat genius dalam diri Abu Bakr itu  selama masa Rasulullah dulu?
Kembali ingatan saya pada sejarah Abu Bakr sebelum menjadi  Khalifah. Bila saya tampilkan kembali peranannya di samping  Rasulullah, maka tampak ia dengan keagungannya itu dalam warna  baru sebagai lingkaran cahaya kebesaran yang seimbang ketika ia  berada di samping kebesaran dan keagungan Rasulullah. Tetapi semua itu baru tampak jelas di depan mata saya tatkala saya bandingkan dengan  sahabat-sahabat Rasulullah yang lain serta pengikut-pengikutnya dari  kalangan Muslimin. Betapa pula peranan mereka itu di sisi  kebesaran  dan keagungannya dengan peranannya pada masa  risalah,  dan ketika orang-orang Kuraisy begitu hebat memusuhi dan  mengganggu Rasulullah, ketika tcrjadi peristiwa Isra, kemudian waktu hijrah, lalu dalam mcnghadapi intrikintrik orang-orang Yahudi di  Yasrib (Medinah)?!

Peristiwa-peristiwa itu saja rasanya cukup sudah untuk dijadikan dasar penulisan sejarah hidupnya, untuk dicatatkan namanya dalam  sebuah catatan yang abadi. Sungguhpun begitu, kebesaran Abu Bakr adalah kebesaran yang tanpa suara, kebesaran yang tak mau berbicara tentang dirinya, sebab, itu  adalah  kebesaran jiwa,  kebesaran  iman  yang  sungguh-sungguh kepada Allah dan kepada wahyu yang disampaikan kepada. Rasulullah Sallallahu  'alaihi wasallam.

Pandangan yang jauh dan tepat
Kemudian apa lagi! Kemudian jalamrya peristiwa demi peristiwa pada masa Abu Bakr itu sudah menjadi saksi pula buat dia akan  pendapatnya yang tepat serta pandangannya yang jauh. Ketika terpikir  akan memasuki Persia dan Rumawi, setelah merasa lega melihat  keadaan kaum Muslimin sudah lepas dari Perang Riddah di kawasan  Arab, ia melihat prinsip persamaan dalam ajaran Islam itu sebagai  kekuatan baru yang tak akan dapat dilawan baik oleh Persia maupun  oleh Rumawi. Prinsip ini tentu akan menarik hati semua orang dalam  kedua imperium itu, yang selama ini berjalan atas dasar kekuasaan pribadi atau menurut sistem raja-raja kecil dan atas  perbedaan-perbedaan kelas. Betapapun besarnya  persediaan  dan  perlengkapan  manusia  dan  kekuatan  pada kedua imperium itu,  namun  konsep persamaan dan keadilan akan lebih kuat dari segala  kekuatan. Kedaulatan yang bcrlaku, yang didasarkan atas konsep ini,  dengan asas keadilan, akan lebih menarik hati rakyat. Meskipun antara  dia dengan sementara sahabat-sahabat terkemuka ada perbedaan  pcndapat, tetapi tidak sampai menghalangi maksudnya hendak menyerbu  Irak dan Syam.1 (1 Meliputi Suria, Libanon, Palestina dan Yordania sekarang. Pnj.)  Perintah untuk menyerbu itu dikeluarkan dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan bantuan dan pertolongan selalu. Oleh karena itu ia berpesan kepada sctiap pimpinan pasukan agar tetap berpegang teguh pada prinsip persamaan dan  keadilan dan jangan menyimpang sedikit pun.

Dari celah-celah peristiwa yang telah diungkapkan oleh para ahli sejarah dahulu itu perangai demikian ini tampak jelas sekali,  walaupun pemerintahan Abu Bakr itu waktunya sangat pendek.  Ditambah lagi dengan apa yang ditulis oleh kalangan Orientalis,  tampak lcbih jelas lagi, seperti beberapa ulasan yang dapat kita baca  dalam buku-buku mereka serta usahanya hendak menafsirkan beberapa peristiwa itu. Perangai inilah, yang dalam waktu begitu pendek itu ia memikul tanggung jawab Muslimin, patut mendapat catatan tersendiri, dengan jati dirinya serta pembentukan pribadinya yang dapat dilukiskan  secara lebih khas dan lengkap.

Ciri khas masa Abu Bakr
Memang saya sederhanakan tatkala saya sebutkan bahwa masa  (periode) pemerintahan Abu Bakr punya jati diri dan bentuknya  sendiri yang sempurna, yaitu dalam hubungannya dengan masa  Rasulullah sebelum itu dan dengan masa Umar sesudahnya, yang  ditandai dengan suatu ciri khas. Masa Rasulullah adalah masa wahyu  dari Allah. Allah telah menyempurnakan agama itu untuk umat  manusia, telah mclengkapinya dengan karunia-Nya dan dengan Islam  sebagai agama yang dipilihkan-Nya untuk mereka. Sedang masa Umar ialah masa pembentukan hukum yang dasardasarnya sudah ditertibkan dengan kedaulatan yang sudah mulai berjalan lancar. Sebaliknya masa Abu Bakr adalah masa pcralihan yang sungguh sulit dan rumit, yang bcrtalian dengan kedua masa itu;  namun berbeda dengan kedua masa itu. Bahkan berbeda dari setiap  masa  yang pernah dikcnal orang dalam sejarah hukum dan ketertibannya  serta dalam sejarah agama-agama dan penyebarannya.

Mengatasi kesulitan
Dalam masa transisi yang sangat kritis ini Abu Bakr dihadapkan pada kesulitan-kcsulitan yang begitu besar sehingga pada saat-saat  permulaan itu timbul kekhawatiran yang dirasakan oleh seluruh umat Muslimin.
Setelah semua itu dapat diatasi berkat kekuatan imannya, dan  untuk waktu berikutnya Allah telah memberikan sukses dan  kemenangan, datang Umar memegang tampuk pimpinan umat Islam. Ia memimpin mereka dengan berpegang pada keadilan yang sangat ketat  serta memperkuat pemerintahannya sehingga negara-negara lain tunduk  setia kepada kekuasaannya.

Memang, telah timbul kekhawatiran di kalangan umat melihat  kesulitan yang dihadapi Abu Bakr itu. Sebabnya ialah wilayah Arab  yang pada masa Rasulullah sudah tuntas kesatuannya, tiba-tiba jadi  goncang begitu RasuluUah wafat. Bahkan gejala-gejala kegoncangan  itu  memang sudah mulai mengancam sebelum RasuluUah berpulang. Musailimah bin Habib di Yamamah mendakwakan diri nabi dan mengirim delegasi kepada Nabi di Medinah dengan menyatakan  bahwa Musailimah juga nabi seperti Muhammad dan bahwa "Bumi ini  separuh buat kami dan separuh buat Kuraisy; tetapi Kuraisy adalah  golongan yang tidak suka berlaku adil." Juga Aswad Ansi di Yaman  mendakwakan diri nabi dan tukang sihir, mengajak orang dengan  sembunyi-sembunyi. Setelah merasa dirinya kuat ia pergi ke dacrah  selatan lalu mengusir wakil-wakil Muhammad, lalu terus ke Najran. Ia  hendak menyebarkan pengaruhnya di kawasan ini. Muhammad  mengutus orang kepada wakilnya di Yaman dengan perintah supaya  mengepung Aswad atau membunuhnya. Soalnya karena orang Arab  yang sudah beriman dengan ajaran tauhid dan sudah meninggalkan  penyembahan berhala, tak pernah membayangkan bahwa kesatuan  agama  mereka telah disusul oleh kesatuan politik. Malah banyak di  antara mereka yang masih rindu ingin kembali kepada kepercayaan  lamanya. Itu sebabnya, begitu mereka mendengar RasuluUah wafat mereka menjadi murtad, dan banyak di antara kabilah itu yang menyatakan tidak lagi tunduk pada kekuasaan Medinah. Mereka menganggap  membayar zakat itu sama dengan keharusan pajak. Oleh karena itu  mereka menolak.

Pemberontakan dan Perang Riddah
Seperti jilatan api, cepat sekali pemberontakan itu menjalar ke seluruh jazirah Arab begitu RasuluUah wafat. Berita pemberontakan ini sampai juga kepada penduduk Medinah, kepada mereka yang berada  di sekeliling Abu Bakr setelah mereka mcmbaiatnya. Mereka sangat  terkejut. Berselisih pendapat mereka apa yang hams diperbuat. Satu  golongan berpendapat, termasuk Umar bin Khattab, untuk tidak mcnindak mereka yang menolak membayar zakat selama mereka tetap  mcngakui, bahwa tak ada tuhan selain Allah dan Muhammad  RasuluUah. Dengan begitu barangkali mereka menghendaki agar tidak  banyak musuh yang akan dapat mengalahkan mereka. Allah tidak  memberikan janji kemenangan kepada mereka seperti yang diberikan  kepada RasuluUah. Juga vvahyu sudah tidak diturunkan kepada siapa  pun lagi setelah Nabi dan Rasul penutup itu berpulang ke rahmatullah.  Tetapi Abu Bakr tetap bersikeras, mereka yang menolak merabayar zakat dan murtad dari  agamanya harus diperangi. Dan itulah Perang Riddah1 (1  Riddah sebuah istilah dalam sejarah Islam, dari akar kata radda, irtadda, "bcrbalik ke bclakang", dalam istilah fikih "meninggalkan keyakinan, agama dsb." (Bd. Qur'an 3. 86-91; 16. 106 sqq). Orang yang melakukannya disebut murtadd seperti yang  dikcnal dalam bahasa Indonesia. Perang riddah berarti perang melawan kaum murtad.' —Pnj.) yang telah  menelan waktu sctahun lebih.

Perang Riddah itu tidak hanya melibatkan ratusan orang dari pasukan Khalifah dan ratusan lagi dari pihak lawan, bahkan di antaranya  sampai puluhan ribu dari masing-masing pihak yang terlibat langsung  dalam pertempuran yang cukup scngit itu. Ratusan, bahkan ribuan di  antara kedua belah pihak terbunuh. Pengaruhnya dalam sejarah Islam  cukup menentukan. Andaikata Abu Bakr ketika itu tunduk pada pihak  yang tidak menyetujui perang, sebagai akibatnya niscaya kekacauan  akan lebih meluas ke seluruh kawasan Arab, dan kedaulatan Islam  tentu tidak akan ada. Juga jika pasukan Abu Bakr bukan pihak yang  menang dalam perang itu, niscaya akibatnya akan lebih parah lagi.  Jalannya sejarah dunia pun akan sangat berlainan.

Oleh karena itu, tidaklah berlebihan ketika orang mengatakan, bahwa dcngan posisinya dalam menghadapi pihak Arab yang murtad discrtai kemenangannya dalam menghadapi mereka itu, Abu Bakr telah mengubah arah sejarah dunia. Tangan Tuhan jugalah yang telah  melahirkan kebudayaan umat manusia itu dalam bentuknya yang baru.

Pengaruh kemenangan Perang Riddah
Kalau tidak karena kemenangan Abu Bakr dalam Perang Riddah, penyerbuan ke Irak dan ke Syam tentu tidak akan dimulai, dan pasukan Muslimin pun tak akan berangkat dengan kemenangan  memasuki kedua imperium besar itu, Rumawi dan Persia, untuk kemudian digantikan oleh kedaulatan Islam di atas puing itu juga!  Kebudayaan Islam telah menggantikan kedua pola kebudayaan itu.  Lagi, kalau tidak karena Perang Riddah, dengan gugurnya  sahabat-sahabat sebagai syahid yang memastikan kemenangan itu,  niscaya tidak akan ccpat-cepat Umar menyarankan kepada Abu Bakr  agar Qur'an segera dikumpulkan. Karena pengumpulan inilah pula  yang  menyebabkan adanya penyatuan bacaan menurut dialek Mudar pada masa Usman. Dengan demikian, Qur'an adalah dasar yang kukuh  dalam menegakkan kebenaran, merupakan tonggak yang tak  tergoyahkan bagi kebudayaan Islam. Selanjutnya, kalau tidak karena  kemenangan yang diberikan Allah kepada kaum Muslimin dalam Perang Riddah itu, jangan-jangan Abu Bakr belum dapat menyusun suatu sistem pemerintahan di Medinah, yang di atas sendi itu pula kemudian Umar menggunakan asas musyawarah. Polanya keadilan dan kasih sayang, intinya kebajikan dan ketakwaan.

Inilah peristiwa-peristiwa agung yang telah dapat diselesaikan  dalam vvaktu singkat, tak sampai dua puluh tujuh bulan. Barangkali  karena waktu yang sesingkat itu pula yang menyebabkan sebagian  orang  sampai merentang jarak begitu panjang hingga pada masa  Umar,  dengan anggapan bahwa jika hanya dalam beberapa bulan  saja tidak akan cukup waktu orang melakukan pekerjaan-pekerjaan  besar yang sampai mengubah jalannya sejarah dunia itu.
Kalau saja mereka ingat, bahwa beberapa revolusi yang telah  membawa umat manusia dari suatu kcadaan kepada keadaan yang  lain  selesai dalam waktu seperti itu, dan bahwa hukum alam sedikit  demi scdikit tunduk pada prinsip-prinsip revolusi untuk meningkatkan  umat manusia mencapai kesempurnaannya, tidaklah akan cepat-cepat  mereka beralih dari masa revolusi rohani seperti yang dicetuskan olch  Rasulullah ke seluruh dunia itu, ke kedaulatan Islam yang sudah  tersebar ke scgenap penjuru dunia dan sudah juga menganut revolusi  itu.  Mereka tidak akan lama-lama berhcnti hanya sampai di situ, ketika  orang-orang Arab itu mencoba hendak mengadakan pcrlawanan  sebagai  reaksi atas ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Hal ini  sudah  menjadi bawaan manusia di mana dan kapan pun tatkala  mereka  hendak melawan setiap prinsip baru. Mereka mencoba  memadamkannya, tetapi Allah akan tetap menyempurnakan cahayanya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Hubungan  kebesarannya  sebagai Khalifah  dengan   kebesarannya sebagai Sahabat
Bagaimana Abu Bakr dapat menghadapi scgala kcsulitan itu pada permulaan ia memegang pimpinan dan dia tetap bertahan, kemudian dapat mcngatasinya? Sesudah itu pula mulai ia merintis jalan  menyebarkan agama dan membuat sebuah kedaulatan sementara  kesulitan-kesulitan itu masih ada? Sudah tentu sifat pribadinya bcsar  sekali pcngaruhnya. Tetapi sifat-sifat itu saja tidak akan sampai ke  tingkat yang sudah dicapainya itu kalau tidak karena persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun penuh itu. Oleh karena itu  para ahli sejarah sepakat bahwa kebesaran Abu Bakr selama masa  menjadi Khalifah itu erat sekali hubungannya dengan  persahabatannya dengan Rasulullah. Selama dalam persahabatan itu ia  telah menghirup jiwa agama yang dibawa oleh Muhammad, ia  sepenuhnya mengerti maksud dan tujuannya, mengerti secara naluri, tidak dikacaukan oleh adanya kesalahan atau kcraguan. Apa yang telah dihirupkan dan dipaharainya dengan  nalurinya itu ialah bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak akan  dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin dapat  menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain untuk mencari  kebenaran demi kebcnaran semata. Banyak memang orang yang  dapat memahami kebenaran rohani demikian ini pada setiap zaman,  tetapi mereka menangkapnya dengan akal, sedang Abu Bakr  menangkap semua itu dengan kalbunya, dengan matanya ia melihat  bulat-bulat hidup dalam diri Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan dalam perbuatannya

Teladan yang telah mengilhaminya
Iman yang sungguh-sungguh demi kebenaran itulah yang  membuatnya menentang sahabat-sahabatnya dalam soal menghadapi  golongan murtad waktu itu, dan bersikeras hendak memerangi mereka  meskipun harus pergi seorang diri. Bctapa ia tak akan melakukan itu  padahal ia sudah menyaksikan sendiri Nabi berdiri seorang diri  mengajak orangorang di Mekah ke jalan Allah, tapi mereka ramai-ramai menentangnya. Lalu ia di bujuk dengan harta, dengan  kerajaan dan kedudukan tinggi. Kemudian ia pun diperangi dengan  maksud hendak membendungnya dari kebenaran yang dibawanya itu.  Tidak, malah ia menjawab: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan  matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan  maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah akan membuktikan kemenangan itu: di  tanganku, atau aku binasa karenanya, tidak akan kutinggalkan!"

Kenapa ia tidak juga berbuat demikian padahal ia sudah  menyaksikan Nabi akibat Perang Uhud, dan setelah kemenangan  pihak Kuraisy atas pasukan Muslimin? Nabi kembali bersama-sama  kaum Muslimin yang masih ada, yang pernah mcngalami Perang Uhud,  dan sambil menunggu kedatangan Kuraisy ia bcrmarkas di Hamra'ul  Asad dan tinggal di sana tiga hari, memasang api unggun sepanjang  malam, sehingga semangat Kuraisy menjadi goyah dan mereka kembali ke Mekah. Dengan demikian kaum Muslimin telah dapat mcngembalikan kedudukannya sesudah mengalami kegoncangan di Uhud.

Kenapa ia tidak berbuat serupa itu juga padahal ia pernah menyaksikan sendiri pagi itu Nabi di Hunain, dengan jumlah sahabat  yang sedikit ia memanggil-manggil anggota-anggota pasukan Muslimin  yang berlarian: "Hai orang-orang! Kamu mau ke mana!? Mau ke mana?!" Dan orang yang beribu-ribu itu sedang diliputi ketakutan.  Setelah mereka mengetahui posisi Nabi dan mendengar pula panggilan Abbas: "Saudara-saudara dari Ansar, yang tclah memberikan tempat dan pertolongan! Saudara-saudara dari Muhajirin yang telah membaiat di bawah pohon, Muhammad masih hidup, mari ke mari!" Dari scgenap penjuru terdengar jawaban yang menyerukan: "Ya, kami siap, kami siap!"  Kini  mereka semua kembali, dan bertempur lagi secara heroik sekali.
Alangkah indahnya teladan itu, teladan yang telah mengilhami  orang, bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin itu dapat menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain untuk mencari kebenaran  demi kebenaran scmata! Siapakah orang yang memiliki iman seperti  pada Abu Bakr itu, yang mengambil teladan dari Rasulullah, schingga  ia menjadi salah satu unsur kehidupan yang sangat menentukan!?  Inilah  kekuatan rohani, yang dalam hidup ini tak ada yang dapat  menguasainya, tiada kenal lemah atau ragu, dan tak ada yang akan  dapat mengalahkannya.

Kekuatan rohani pada iman
Kekuatan rohani yang diperoleh Abu Bakr pada diri Rasulullah  itu dan yang telah membuat kaum Muslimin dapat mengalahkan orang-orang Arab murtad, telah memberikan semangat kepada scgenap  kaum Muslimin yang mengangkat mereka kepada keimanan, bahwa  mereka tak akan mendapat kemenangan tanpa pertolongan Allah.   Mereka mendambakan mati syahid, gugur demi kebenaran. Bagi  mereka mati syahid itu suatu kemenangan yang tak ada taranya. Kita  akan membaca dalam buku ini bukti-bukti demikian itu, yang dalam  sejarah scdikit sekali bandingannya. Kaum Muslimin pada masa  Rasulullah yakin sekali, bahwa mereka akan mendapat kemenangan,  scbab Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya akan memberi bala  bantuan dengan para malaikat. Tuhan telah mewahyukan kepadanya untuk membuktikan janji-Nya.
Tetapi pada masa Abu Bakr, dengan berpulangnya Rasulullah ke sisi Allah, wahyu sudah tak ada lagi. Hanya tinggal iman saja lagi, hanya tinggal berteladan saja lagi kepada Rasulullah dan kepada  penggantinya dalam meningkatkan iman ke taraf yang lebih tinggi  selama hidup di dunia ini. Mati syahid demi membela iman telah menjadi sumber dan rahasia kekuatan, rahasia kemenangan.  Itulah  rahasia keluhuran budi kita dalam arti kcmanusiaan dengan segala  martabatnya untuk mencapai kesempurnaan hidup insani yang terdapat  dalam diri kita.

Kenyataan rohani inilah yang telah memberi kekuatan batin  kepada Abu Bakr dengan berteladan kepada Rasulullah. Ini  diterjemahkan kepada kita dalam perbuatan Muslimin pada masa  kepemimpinannya sebagai Khalifah serta bimbingannya yang begitu jelas sehingga dapat  kita
raba seolah semua itu benda nyata yang dapat ditangkap dengan indera. Kenyataan rohani ini dapat kita rasakan dalam Perang Riddah dan  kemudian pada waktu memasuki Irak dan Syam. Kalau bukan  karena  keimanan ini, dengan jumlah kaum Muslimin yang masih  kecil pada masa Khalifah yang pertama itu, niscaya mereka tak akan  mampu menyelesaikan segala pekerjaan dan tugas raksasa itu  dengan  begitu baik, yang selanjutnya telah membukakan jalan ke  sebuah kedaulatan Islam yang besar.

Suatu kenyataan sosial setelah kenyataan rohani
Abu Bakr memperoleh kekuatan batinnya itu dengan berteladan kepada Rasulullah. Di samping kenyataan rohani ini, kenyataan sosial juga besar pengaruhnya dalam kehidupan setiap umat atau bangsa,  dan setiap umat merasa bangga terhadap dirinya, dengan percaya  kepada kekuatan sendiri. Mereka merasa, bahwa mereka mempunyai  kewajiban menyimpan suatu risalah, suatu pesan kepada dunia, dan  dunia pun wajib menyambut risalahnya itu. Seperti halnya dengan  umat  ini, tak ada  suatu  kekuasaan  dan  kekuatan betapapun besarnya  yang boleh merintangi jalannya.
Kedua kenyataan ini, rohani dan sosial, saling mengisi. Pada  setiap zaman dan umat ada suatu dasar untuk mengambil hati  bangsa-bangsa lain yang dengan penuh semangat menyambut kedua  kenyataan itu dan demi berhasilnya risalah yang mengajak  bangsa-bangsa itu.
Lebih-lebih yang demikian ini apabila dasar risalahnya bertujuan memberantas kezaliman, memelihara keadilan yang didasarkan pada persamaan antara sesama manusia. Berapa sering sudah sebuah  kedaulatan berdiri atas dasar itu juga dalam berbagai kurun sejarah  dan berapa sering pula imperium demikian itu mengalami kehancuran karena ia sudah menyimpang dari jalur yang sebenarnya. Oleh karena  itu  penyimpangan demikian ini oleh pihak lawan dijadikan senjata  untuk mengadakan perlawanan.

Ia sadar dan yakin, Islam agama persamaan
Persamaan adalah pola Islam dan olch karenanya ia merupakan  inti kedaulatannya. Kenyataan ini sekarang kita pahami dengan pikiran  kita seperti yang banyak dipahami orang dulu juga. Kemudian mereka  tidak dapat mempertahankan kedaulatan itu seperti juga kita sekarang,  karena hal-hal tertentu atau karena di luar kehendak kita. Tetapi Abu  Bakr, dengan nalurinya ia sudah dapat memahami dan benar-benar  yakin ia akan hal itu. Maka didorongnya umat Islam agar melaksanakan, dan mereka pun dapat membuktikan dan tetap berlangsung selama  beberapa abad dan generasi.

Dengan nalurinya Abu Bakr memahami benar bahwa pada  intinya yang paling dalam Islam adalah agama persamaan antar  sesama  umat manusia. Dakwah atau seruan itu tidak hanya ditujukan  kepada golongan tertentu saja, tetapi kepada umat manusia  seluruhnya. Pada masa hidupnya Rasulullah telah mengangkat  bekas-bekas budak kc suatu kedudukan yang tinggi. Begitu juga  orang-orang yang bukan Arab untuk memerintah di kalangan Arab.  Salman orang Persia adalah sahabat dekatnya, Zaid bin Harisah, bekas  budak yang pernah dibeli oleh Khadijah lalu diberikan kepada Nabi  yang kemudian oleh Nabi dimerdekakan dan dijadikan anak angkat.  Dia jugalah yang di angkat menjadi panglima dalam Perang Mu'tah,  dan  sebelum itu pun banyak pekerjaan lain yang berada di bawah  pimpinannya. Sesudah itu, sebelum Rasulullah menderita sakit yang  terakhir, Usamah anak Zaid itu diserahi pimpinan pasukan, yang  anggota-anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar,  di antaranya Abu Bakr dan Umar. Rasulullah  Sallallahu
'alaihi wasallam telah mengangkat Bazan orang Persia itu memegang pimpinan di Yaman.
Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan orang karena kearabannya atau karena posisinya dalam kabilah. Yang membedakan orang hanyalah amal perbuatannya. Sahabat-sahabat Rasulullah yang diajaknya bermusyawarah dan pendapatnya dihargai di kalangan Muslimin adalah pemuda-pemuda, yang karena keimanannya yang sungguh serta pengorbanannya di jalan Allah, mereka berada di barisan pertama.  Sikap Rasulullah ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Qur'an,  bahwa tak ada perbedaan pada manusia itu selain takwanya, dan  balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal perbuatannya.  Perbedaan derajat yang satu dengan yang lain, hanya oleh perbuatan  dan ketakwaan itu juga.
Sudah tentu, cara yang dilakukan oleh Rasulullah itu banyak  sekali mengurangi kecongkakan orang-orang Arab karena fanatisma  rasialnya, kalaupun mereka hendak membangga-banggakannya juga,  apalagi karena Allah telah memilih Nabi-Nya dari kalangan mereka  sendiri, yang akan mereka jadikan alasan akan tingginya kedudukan  mereka. Juga Abu Bakr, sudah tentu yang dijadikan pegangannya  ialah  persamaan dalam Islam antara sesama manusia dan bangsa itu.  Inilah yang telah menjadi kekuatannya, sehingga pasukan Persia dan  pasukan Rumawi bertekuk lutut.

Pada dasarnya Islam kedaulatan sejagat
Abu Bakr dengan nalurinya sudah menyadari benar bahwa dasar Islam adalah kedaulatan sejagat. Seruannya tidak tcrbatas hanya pada golongan Arab, tetapi ajakan kepada kebenaran itu ditujukan kepada seluruh umat manusia. Karena memang sudah demikian keadaannya, Nabi telah mengirimkan para utusannya kepada raja-raja dan  pcnguasa, mengajak mereka sama-sama menerima agama Allah. Sudah  menjadi kewajiban setiap orang yang beriman kepada agama ini  untuk berdakwah, menyampaikan ajaran-Nya sebagai petunjuk dan  rahmat.  Dalam diri Rasulullah sudah ada teladan yang baik bagi  setiap  Muslim. Rasulullah telah menyerukan dakwahnya kepada  segenap umat manusia yang terdiri dari berbagai warna kulit. Para  penggantinya hendaknya juga menyebarkan seruan itu ke segenap belahan bumi ini.

Biarlah mereka berjuang demi kebebasan berdakwah. Jangan memaksa siapa pun dan jangan juga mau dirintangi dalam menyampaikan kebenaran yang sudah mereka peroleh itu. Hendaklah seluruh jagat  ini menjadi arena dakwah kepada kebenaran, apa pun risiko yang  akan menimpa diri mereka demi perjuangan di jalan Allah itu. Bila  sampai mereka mati syahid, Allah jugalah yang akan memberi balasan.
Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dakwah Rasulullah,  yang telah dipahami benar oleh Abu Bakr dengan nalurinya, berkat  persahabatannya selama itu serta pelajaran-pelajaran yang diterimanya  dari Rasulullah. Itulah yang menyebabkan Abu Bakr begitu menerima tugas, segala kesulitan itu buat dia tidak berarti lagi dan ia tetap  berusaha mengatasinya, dan itu juga yang membuat kedaulatan Islam  cepat berkembang ke segenap penjuru dunia dan kemudian banyak  bangsa yang bernaung di bawah panji Islam.

Generasi demi generasi kebudayaan bangsa-bangsa itu terus menyebar di dunia. Kemudian menjadi tua, seperti biasanya semua  bangsa dan imperium itu harus berangsur tua. Kemudian jatuh tertidur,  nyenyak, lama sekali tidurnya, yang selanjutnya disambung oleh  kematian seorang demi seorang.

Apa penyebab jatuhnya kedaulatan Islam?
Adakah yang menyebabkan ketuaan dan kemudian tidur nyenyak yang panjang itu karena prinsip dasar tadi yang terbukti rapuh,  ataukah karena bangsa-bangsa yang sudah lepas dari kedaulatan Islam  karena sudah menolak prinsip-prinsip itu, lalu menganut yang  sebaliknya lalu menjadi lumpuh dan akhirnya lenyap karena perbuatannya sendiri? Begitulah sejarah semua kedaulatan Islam itu,  sejak berdirinya, kebesarannya dan kemudian keruntuhannya. Itulah sejarah yang patut dicatat  dengan metoda serta studi yang benar-benar ilmiah dan dapat di  percaya, lepas dari segala sikap fanatisma. Peristiwa demi peristiwa  itu  dianalisis dan dicari sebab-sebabnya yang dapat diterima akal serta  sesuai dengan kecenderungan rohani yang ingin mencapai  kesempurnaan. Namun begitu suatu hal yang sudah menjadi kodrat  manusia ialah kita masih terkungkung oleh nafsu kita pada  kehidupan  dunia. Dengan demikian kita makin jauh dari tujuan hendak mencapai kesempurnaan itu.

Rasanya tak perlu lagi saya menyebutkan bahwa kelumpuhan dan tidur nyenyak ini disebabkan oleh bangsa-bangsa yang lepas dari kedaulatan Islam itu sudah meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang sebenarnya sudah menjadi pegangan kedaulatan Islam, prinsip-prinsip Islam yang dasarnya masih murni. Seorang peneliti sejarah kedaulatan Islam yang adil dan obyektif akan dapat meraba dan melihatnya dengan jelas rentetan perkembangannya sejak mula timbulnya perselisihan di kalangan umat Islam penduduk jazirah itu, sampai terjadinya perpecahan antara yang Arab dengan yang bukan-Arab, yang kemudian menjelma menjadi jurang yang mcnganga lebar-lebar menjurus pada kehancuran.

Saya tertarik menulis sejarah Abu Bakr
Baik secara terinci atau dengan ringkas sudah tentu pengantar ini tidak akan memadai untuk menguraikan semua persoalan itu. Kiranya cukup dengan isyarat ini saja. Saya hanya akan membatasi pada  masa yang pendek ini tapi sungguh agung yakni masa Abu Bakr  as-Siddiq. Saya akan mencatat apa yang saya rasa sangat  menggairahkan selama saya menulis biografi ini. Besar sekali harapan  saya, apa yang akan saya tulis tentang orang ini sudah akan  memenuhi hasrat hati akan kebenaran, serta mencapai apa yang saya  inginkan dalam melukiskan bentuk yang hendak saya coba secermat mungkin: sebuah kehidupan yang mengantarkan masa lampau tampak jelas dalam wajah masa sekarang. Saya akan mcngatakan apa yang saya inginkan, sebab saya selalu merasa bahwa wajah ini masih  mengandung  kekurangan yang tidak sedikit, yang karena beberapa sebab, saya sendiri pun belum sampai ke sana.
Rasanya saya akan bertambah gembira jika buku ini dapat  menerjemahkan ke dalam hati pembaca wajah yang jelas mengcnai  masa (periode) Abu Bakr, teman kcsayangan  (al-khalil)  dan teman  dekat Rasulullah. Keinginan saya ini mungkin terasa agak bcrlebihan.  Masa Abu Bakr seperti saya sebutkan di atas merupakan  gambaran tersendiri dalam bentuknya yang lengkap. Orang dapat  melihatnya dari sela-sela buku sejarah tentang dirinya yang pernah  dilukiskan orang begitu gemilang, sempurna dan integral. Tetapi untuk sampai ke batas wajah yang integral itu diperlukan suatu upaya yang terus-menerus dari  generasi ke generasi. Juga perlu penelitian dari pelbagai seginya.  Belum ada lagi suatu upaya mengenai Abu Bakr dan masanya yang  agak integral. Suatu studi baru masih tetap diperlukan dengan pembahasan yang lebih mendalam, memperbandingkan zaman masa  Abu  Bakr itu dcngan masa kehidupan bangsa-bangsa yang punya pengaruh pada zaman itu.

Saya yakin usaha semacam ini dalam waktu dekat akan  dilanjutkan orang dan akan ada kerja sama dalam mengungkapkan  wajah masa itu dengan lebih terinci, jelas dan selengkap mungkin.
Untuk masa Abu Bakr upaya demikian sangat diperlukan  melebihi masa-masa yang lain. Sumber-sumber lama dalam bahasa  Arab yang bicara tentang Abu Bakr dan masanya masih sering kacau,  sehingga rangkaian peristiwa demi peristiwa yang diceritakan itu  sukar  diikuti. Di sisi lain, tidak sedikit pula catatan-catatan peristiwa  itu yang lebih dekat pada dongeng daripada sejarah. Dalam memperbandingkan sumbersumber itu diharapkan orang akan dapat  memperoleh bahan-bahan yang dapat membantunya dalam meneliti  peristiwa-peristiwa itu, tetapi sumbersumber yang datang  berturut-turut  untuk beberapa peristiwa itu sering membuat orang jadi  bingung. Mau tak mau ia harus menelitinya kembali dengan membuat  catatan bahwa pekerjaan itu masih patut diragukan.

Kacaunya sumber para ahli sejarah dapat dimaklumi
Saya berpendapat kckacauan sumber-sumber para ahli sejarah  dahulu itu yang akibatnya berlanjut sampai pada upaya mereka yang  datang kemudian, bahkan sampai masa kita sekarang ini, dapat dimaklumi.  Masa itu, ketika Abu Bakr memegang pimpinan umat Islam adalah masa yang benar-benar penuh perjuangan. Mereka yang beriman kepada  Allah dan kepada Rasulullah sedang memikul beban yang amat berat  untuk mendukung dakwah agama Allah serta ajaran-ajaran  Rasulullah.  Mereka semua serentak terjun ke medan perjuangan,  berjuang di jalan Allah. Mereka terjun langsung ke kancah  peperangan, membunuh atau dibunuh. Buat mereka kehidupan dunia  dengan segala kenikmatannya itu tak ada artinya. Tidak apa memilih  hidup menderita, tabah menghadapi segala cobaan. Mereka sudah  menyerahkan hidup mereka untuk Allah, dan untuk semua itu tanpa mengharapkan balasan selain pahala Yang Mahakuasa. Buat mereka  sudah tak ada lagi waktu senggang atau saat-saat santai. Tak ada di  antara mereka yang memikirkan apa yang terjadi kemarin karena  untuk  hari esok memerlukan pekerjaan yang lebih banyak dari kemarin.

Itulah sebabnya tak ada waktu buat mereka mencatat sccara  teratur scgala peristiwa besar yang terjadi masa itu.  Baru kemudian  beritaberita itu disampaikan orang secara berantai. Sesudah itu  mcreka tak dapat lagi menyampaikan dan meneruskan berita itu  seperti  keagungan yang terjadi pada masa Rasulullah. Ya, bagaimana  akan dapat mereka lakukan dalam kesibukan mcreka yang  terus-menerus dalam menyiarkan agama serta menyusun kedaulatan  Islam yang makin hari bertambah luas itu.

Oleh karena itu, bagi penulis sejarah masa itu mau tak mau  harus menguji dan memperbandingkan sumber-sumber itu sambil  mencari kebenaran yang terdapat di dalamnya. Pekerjaan dengan cara  seperti yang telah diusahakan mereka dahulu itu bukan main beratnya.  Dengan tidak mengurangi penghargaan serta penghormatan kita atas  usaha itu, namun mereka belum dapat mengungkapkan kekuatan yang  ada pada masa Abu Bakr dan pemcrintahannya dalam bentuk yang  begitu jelas, memesonakan sekaligus mengagumkan dan luar biasa.

Contoh kacaunya referensi
Kita lihat misalnya buku-buku acuan yang kita pergunakan dalam buku ini. Bab demi bab dapat kita baca untuk mengetahui sampai berapa jauh kecermatan seperti yang kita sebutkan itu. Bcberapa buku acuan  itu  hanya  sclintas  saja  menyinggung  masalah-masalah  yang begitu penting, yang oleh sumber-sumber lain diuraikan dengan  terinci. Sampai-sampai para ahli sejarah semacam Tabari, Ibn Kasir dan Balazuri misalnya, samasekali tidak menyinggung soal pengumpulan  Qur'an. Padahal peristiwa pengumpulan Qur'an itu pekerjaan besar  dan penting yang harus menghiasi masa Abu Bakr, meskipun bukan  yang terbesar. Mengenai peristiwa-peristiwa yang berhubungan  dengan Perang Riddah, pembebasan Irak dan Syam, para sejarawan  itu  masih saling berbeda pendapat. Bahkan berita-bcrita yang saling  bertentangan itu terdapat dalam satu kitab yang sama, sehingga orang  akan menjadi bingung mana berita yang boleh dipercaya dan mana yang  tidak.

Sulit mengikuti peristiwa dalam urutan waktu
Perbedaan waktu ketika peristiwa-peristiwa itu terjadi tidak pula kurang pentingnya dengan perbedaan penggambaran  peristiwa-peristiwa itu. Mengenai waktu terjadinya peristiwa itu sering  pula masih bersifat untung-untungan,  tidak didasarkan pada  suatu  patokan  yang  sccara cermat boleh dijadikan pegangan. Juga  perbandingan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain masih sangat membingungkan. Tabari misalnya, ia menyebutkan bahwa Perang Riddah itu terjadi pada tahun sebelas Hijri dan masuk ke Irak pada tahun dua belas sedang kc Syam dilakukan dalam tahun tiga belas. Membaca rentetan waktu yang berturut-turut itu orang akan menduga bahwa perang Irak baru dimulai setelah Perang Riddah usai dan masuk ke Syam setelah keadaan di  Irak stabil. Tetapi bila peristiwa demi peristiwa serta kejadian-kejadian  itu diperiksa agak teliti orang akan jadi ragu mengenai terjadinya  rentetan demikian itu. Tetapi bila kita teliti lebih dalam lagi akan  tcrnyata bahwa peristiwa Irak itu terjadi sementara Perang Riddah  masih berlangsung, sedang terjadinya penaklukan Syam scusai Perang  Riddah. Sementara itu pasukan Khalid bin Walid masih giat mengatur  keamanan dan ketertiban di Irak dan sedang bcrsiap-siap  menghadapi  peperangan baru.

Juga dalam urutan geografi
Tidak hanya sampai di situ saja yang dapat menimbulkan kebingungan. Dalam arti urutan geografi ketika mengikuti peristiwa demi peristiwa orang sering terbentur. Bahkan masih ada bebcrapa sumber yang saling bertentangan schubungan dengan urutan itu, untuk tidak menyebut adanya nama-nama tempat yang berubah-ubah dan ada pula yang hampir sama, yang juga dapat menimbulkan kebingungan baru. Beberapa Orientalis pernah menerbitkan peta-peta Idrisi yang lama  seperti apa adanya, lalu dilampiri dengan peta-peta buatan mereka  sendiri seperti yang biasa kita kenal. Hal ini membuat kita lebih mudah mengenali tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa itu masing-masing.  Kalaupun hal ini dapat memudahkan kita mengadakan penelitian, yang tadinya memang cukup sulit, namun keraguan tetap ada sehubungan  dengan beberapa sumber, yang sebenarnya memang sukar dapat dipercaya.
Oleh karena itu beberapa sejarawan masih maju mundur menghadapi masa Abu Bakr itu, karena apa yang mereka baca hampir tak dapat mereka percayai. Mereka yang menulis sejarah Islam itu seolah mau menghindari hal-hal semacam itu semua, atau cukup dengan  isyarat saja scdikit mengenai masa Abu Bakr itu, tak sampai  memberikan suatu gambaran yang lengkap, yang akan dapat mengungkapkan kejayaan masa itu dan dampak yang sangat  menentukan dalam sejarah Islam serta lahirnya sebuah kedaulatan Islam.

Hanya sedikit sumber yang menyinggung peranan Abu Bakr Sumber-sumber demikian terasa makin kacau karena tidak bicara tentang Abu Bakr masa pemerintahannya seperti ketika bicara tentang Khalid bin Walid serta panglima-panglima lain yang memasuki Syam dan tinggal di sana menunggu kedatangan Khalid dari Irak, kcmudian bersama-sama menaklukkan Damsyik dan dengan bakat perangnya ia menghancurkan semua kekuatan moral pihak Rumawi. Mcmbaca  kitabkitab acuan semacam ini orang akan membayangkan seolah  Abu  Bakr hanya tinggal di Medinah, tak bekerja apa-apa selain  beribadah. Inilah kesalahan yang sungguh fatal. Padahal semua yang  terjadi pada masa Abu Bakr, Abu Bakr-lah jiwa dan penggcraknya.

Di atas sudah kita singgung apa yang terjadi dengan Abu Bakr  di satu pihak, dan Umar serta sebagian kaum Muslimin di pihak lain  mengenai perbedaan pendapat dalam menghadapi golongan murtad  dan mereka yang menolak melaksanakan zakat. Betapa ia begitu gigih  hcndak menghadapi mcrcka walaupun seorang diri. Dalam buku ini  akan kita lihat, bahwa sebenarnya dialah yang telah mendorong  Khalid  bin Walid untuk pergi ke Irak memperkuat pasukan Musanna  bin Harisah asy-Syaibani dan dia juga yang berseru kepada semua  penduduk Arab di seluruh Semenanjung itu agar membebaskan Syam.

Setelah Abu Ubaidah serta pasukannya mengalami kelambatan untuk memasuki Syam, dia jugalah yang mengerahkan Khalid bin Walid  untuk membantu mereka. Dalam pada itu dia juga yang  mcngorganisasi  pembentukan baitulmal serta mengatur distribusi  harta  rampasan perang di kalangan umat Islam, melakukan  pengangkatan para gubernur serta mengawasi pckerjaan mereka.   Begitu  besar perhatiannya dicurahkan pada masalah-masalah negara dan  administrasinya, sehingga semua pikiran di luar itu, baik mengenai  pribadinya ataupun soal keluarga, dikesampingkan. Dalam  mcncurahkan perhatian untuk kepentingan negara, dari soal yang kecil  sampai ke soal yang besar, dialah yang berhasil menyelesaikan  dalam waktu relatif pendek, suatu pekerjaan yang tidak akan dapat  diselesaikan orang dalam waktu bertahun-tahun. Malah sedikit sekali  orang yang akan mampu menyelesaikan.
Barangkali masih ada sebab lain yang cukup berpengaruh di  samping yang kita kemukakan di atas mengenai sikap para  sejarawan  itu terhadap Abu Bakr dan zamannya. Mereka mengira,  bahwa persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun  itu,  dan yang menjadi pilihan Rasulullah Sallallahu  'alaihi wasallam  sehingga Rasul berkata: Kalau ada dari hamba Allah yang akan  kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah  "khalil-ku" mereka mengira bahwa semua itu lebih penting daripada  prestasinya selama masa kekhalifahannya. Mcmang sudah tak perlu  disangsikan lagi bahwa kedudukan Abu Bakr di samping Rasulullah  dalam penilaian kita merupakan dampak yang amat tinggi dan  cemerlang; tetapi kekhalifahan Abu Bakr adalah sebuah lingkaran yang telah melengkapi dan menjadi mahkotanya  sejarah yang agung itu.

Tugas kekhalifahannya tidak kurang dari persahabatannya
Pekerjaan Abu Bakr dalam kekhalifahannya tak kurang besarnya dari persahabatannya dengan Rasulullah. Bahkan pada masa  kerasulannya dia adalah salah seorang dari dua orang itu (ketika  keduanya berada dalam gua). Pertama, Allah telah memilihnya  dalam kenabian dan mengutamakannya dalam menyampaikan risalah  serta mewahyukan Qur'an kepadanya sebagai penjelasan dan petunjuk  serta pemisah antara yang benar dengan yang batil.  Beban yang  dipikul oleh Abu Bakr pada waktu kerasulan itu adalah beban  seorang  pengikut yang penuh iman, yang kekuatan imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah tak pernah goyah. Bahkan beban yang  dipikulnya setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah, adalah beban  yang dipikulnya sendiri sebagai manusia pertama di kalangan  Muslimin  dan sebagai pengganti (Khalifah) Rasulullah. Bukan lagi  ia  seorang pengikut yang ikut bicara dalam musyawarah,  melainkan   sebagai  seorang pemimpin yang  diikuti  sahabatsahabatnya dengan  memberikan pendapat kepadanya seperti halnya ia sendiri dulu  bersama-sama sahabat-sahabat yang lain memberikan pendapat  kepada  Rasulullah.

Beban itu dipikulnya dengan penuh iman, penuh amanah dan kejujuran. Allah telah memberikan balasan kepadanya dan kepada kaum Muslimin dengan sebaik-baikriya. Jika kejujuran Abu Bakr dalam bersahabat dengan Rasulullah merupakan suatu manifestasi kebesaran  insani yang didasarkan pada keimanan yang murni sebagai  sandarannya  yang kukuh, maka pengabdian Abu Bakr selama dalam  kekhalifahannya untuk membela agama, untuk melakukan dakwah serta  membangun kedaulatan Islam, tidak pula kurang agungnya dari  persahabatannya dengan Rasulullah, disertai keimanan yang  sungguh-sungguh kepadanya dan kepada segala yang diwahyukan  Allah kepadanya. Oleh karena itu sejarah kekhilafahan (pemerintahan)  Abu Bakr patut sekali dibahas secara lebih terinci.

Pengaruh kacaunya sumber pada para sejarawan
Kekacauan bahan acuan atau sumber-sumber, terpengaruhnya penggambaran masa Khalifah pertama oleh unsur-unsur yang kebanyakan tak dapat diterima oleh kritik sejarah yang sebenarnya, itulah pula yang kita lihat pengaruhnya dalam buku-buku para penulis dulu.  Kemudian pengaruh itu berpindah kepada mereka yang datang  kemudian, yang mengambil bahan dari sana dan berusaha hendak menyimpulkan  wajah yang sebenarnya itu bulat-bulat. dalam buku-buku mereka.

Begitu besar pengaruh itu pada beberapa penulis yang datang kemudian, sehingga membuat mereka hanya sepintas lalu saja melihat masa Abu Bakr, lalu cepat-cepat melangkah ke masa Umar. Di sini mereka lama berbicara berpanjang-panjang. Bahkan sampai ada di antara mereka yang membuat perbandingan antara masa Abu Bakr dengan masa Umar itu untuk melihat mana yang lebih besar jasanya.  Perbandingan demikian ini tidak pada tempatnya untuk kedua tokoh  tersebut, yang masing-masing menyandang kebesarannya sendiri,  kebesaran yang jarang sekali dicapai oleh seorang politikus atau  penguasa dalam sejarah dunia secara kescluruhan. Bahwa masa  Umar  adalah masa yang paling besar dalam sejarah Islam, sudah jelas.  Pada masa itu dasar kedaulatan negara sudah stabil, sistem  pemerintahan sudah teratur, panjipanji Islam sudah berkibar di Mesir  dan di luar Mesir yang dibanggakan oleh Rumawi dan Persia. Tetapi  masa Umar yang agung itu berutang budi kepada masa Abu Bakr dan sebagai penerusnya. Sama halnya dengan kekhalifahan Abu Bakr yang  berutang budi kepada masa Rasulullah dan sebagai penerusnya pula.

Usaha Orientalis dan sejarawan Islam
Studi-studi  yang  sudah pernah  diadakan  serta buku-buku  yang ditulis orang mengcnai Abu Bakr dan masanya pada saat-saat terakhir sudah lebih teliti dan jujur tampaknya. Sudah menjadi kewajiban saya juga jika saya memuji inisiatif kalangan Orientalis dengan ketelitian  dan kejujurannya itu, di samping adanya sebagian mereka yang masih  penuh prasangka, terdorong oleh rasa fanatisma agama.  Abbe de  Marigny dalam abad kedelapan belas misalnya, sudah menulis buku  mengenai pengganti-pengganti Muhammad ini, dan Caussin de  Perceval  pada awal abad kesembilan belas menulis  Essai sur  I'Histoire  des Arabes dan dalam tahun 1883 buku Sir William Muir  Annals of the Early Caliphate sudah pula terbit.

Sejak masa itu sampai waktu kita sekarang kalangan Orientalis  di Jerman, di Inggris, di Itali dan di Prancis serta di negara-negara  lain tetap mempelajari dengan saksama masa-masa tertentu dalam  sejarah Islam di pelbagai tempat di seluruh dunia. Kalau saya sudah menyebutkan usaha para Orientalis, maka  sudah menjadi kewajiban saya pula menyebutkan upaya para  sejarawan  Islam dan Arab, dengan sikap mereka yang jujur mengenai  masa Abu Bakr di samping kecermatan yang mereka lakukan.

Sejak beberapa tahun yang lalu Rafiq al-Azm telah menulis  sejarah masa itu dalam jilid satu bukunya  Asyhar  Masyahiril-Islam.   Dalam beberapa kejadian ia banyak terpengaruh oleh cara-cara para  penulis lama. Almarhum Syaikh Muhammad al-Khudari pada penutup  ceramahnya mengatakan: "Dalam hal ini kita ingin mengatakan  tegas-tegas: Kalau bukan Abu Bakr dengan kemauannya yang keras,  dengan inayat dan bantuan Allah juga, sejarah umat Islam tidak akan  berjalan seperti yang kita kenal sekarang ini. Ia menghadapi semua itu  saat pikiran dan perasaan semua kaum Muslimin yang kuat dan  yang paling tabah sekalipun sedang didera oleh rasa kebingungan yang  luar biasa."
Dalam jilid satu bukunya  Khulafa'  Muhammad ("Pengganti-pengganti Muhammad"), Umar Abun-Nasr mengkhususkan pembicaraan mengenai Abu Bakr dan masanya. Begitu juga almarhum Syaikh  Abdul Wahhab an-Najjar dan yang lain dari kalangan sejarawan  mengadakan pembahasan mengenai masa ini, yang sebenarnya patut  sekali kita hargai.

Harapan
Sekarang setelah Tuhan mcluluskan saya menulis buku ini,  masihkah akan ditakdirkan juga saya meneruskan dengan yang kedua,  mengenai masa Umar, ketiga dan keempat, sehingga dapat saya  selesaikan apa yang selama ini tersimpan dalam pikiran saya hendak  melakukan studi mengenai sejarah kedaulatan Islam itu? Hanya Allah  juga yang tahu. Tetapi sudah saya putuskan bahwa saya akan  meneruskan penulisan mengenai masa Umar. Hanya saja antara keputusan dengan pelaksanaan ada jarak, yang saya harapkan Allah  akan memberikan kemudahan kepada saya, dengan penuh kepercayaan pada firman-Nya ini:


"Dan janganlah sekali-kali  engkau  mengatakan  lentang sesuatu: "Aku  akan  melakukannya  besok. "  Kecuali  (dengan   menambahkan) "Insya Allah —jika Allah menghendaki. " Dan ingatlah  Tuhanmu bila engkau lupa,  dan berkatalah: Semoga Tuhanku  membimbingku lebih dekat daripada ini ke jalan yang benar. " (Qur'an, 18. 23-24).
Saya sudahi pengantar ini dengan permohonan kepada Allah semoga para ulama, para sarjana dan para peneliti dalam mengikuti kehidupan Abu Bakr serta masa kekhalifahannya itu diluluskan, sehingga dengan hasil penelitian mereka itu wajah yang hendak saya lukiskan dalam buku ini dapat terlaksana.  Saya bersyukur kepada Allah atas taufik  yang telah dikaruniakan-Nya kepada saya dalam usaha ini. Segala  petunjuk dan taufik hanya dari Allah dan segalanya akan kembali  kepada-Nya.

MUHAMMAD   HUSAIN  HAEKAL