Tinjauan Problematika Ujian Nasional


Dasar Kebijakan Ujian Nasonal
Yang menjadi dasar dari kebijakan evaluasi pendidikan adalah Undang-undang No 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 21 dikatakan bahwa : “Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.” Diperkuat lagi oleh Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 1 ayat 18 dengan bunyi yang sama.

Fungsi Evaluasi
Fungsi Evaluasi menurut Undang-undang 20 Tahun 2003 Pasal 57 ayat 1 dan 2 adalah : “Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” “Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.”

Tujuan Evaluasi
Tujuan dari dikeluarkannya Undang-undang Ujian Nasional intinya adalah sebagaimana tujuan dari evaluasi itu sendiri, yaitu: menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan lainnya adalah sebagai cara untuk:
a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Problematika Ujian Nasional
Pada intinya, dari pasal dan ayat dari Undang-undang yang ada tentang Ujian Nasional ini jika dipadukan akan menimbulkan kontroversi. Kita tinjau pada 1) Dalam Permendiknas no 75 tahun 2009 tentang Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tahun Pelajaran 2009/2010 tujuan UN adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; b) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Sebenarnya penulis tidak kontra dengan semua yang telah ditulis oleh permendiknas tersebut. tetapi yang penulis soroti di sini adalah UN yang dipakai untuk menentukan kelulusan peserta didik dari program atau satuan pendidikan. Maka akan menjadi sangat ironis kalau UN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UN. Dengan kata lain, UN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.

Kalau  UN sebagai penentu kelulusan, penulis tidak setuju. Karena tidak signifikan kalau hasil belajar dan proses pembelajaran selama 3 tahun hanya ditentukan dalam waktu 3 hari saja. Maka dari itu yang lebih tepat mengadakan evaluasi adalah pendidik itu sendiri untuk menentukan kelulusan belajar peserta didik, karena yang mengenal peserta didik apakah ia berhasil atau tidak adalah guru atau pendidik. Belum lagi ditambah permasalahan mental anak didik yang ketika pelaksanaan UN menjadi droop sehingga peserta didik tidak dapat mengikuti UN dengan baik dan biasanya malah tidak lulus yang akhirnya mereka mengalami stress.

Disamping itu juga keberhasilan pembelajaran juga dilihat dari 2 segi yaitu segi produk dan segi proses. Segi produk yaitu kemampuan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam dunia nyata, sedangkan segi proses adalah kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran baik dalam segi strategi maupun yang lainnya. Dan hal itu tidak bisa dinilai atau dievaluasi hanya dengan menyuguhkan soal-soal obyektif

Di samping itu, UN secara prinsip sudah menyalahi peraturan otoda yang ditetapkan pemerintah. Dan juga disamping itu, daerah-daerah antara satu dengan yang lain, kondisi kulturnya, geografisnya berbeda, ada daerah yang mudah mencari informasi dan ada juga yang kesulitan mencari informasi karena kondisi geografisnya yang tidak memungkinkan. Maka UN juga harus memperhatikan kondisi tersebut, namun karena UN berfungsi sebagai standarisasi maka keadaan tersebut dipandang sebelah mata.

Problematika lainnya adalah mengenai pengawasan yang diatur dalam pasal 13 sampai 17, karena UN dilaksanakan secara serempak di seluruh sekolah di Indonesia, maka langkah-langkah pengawasan yang lebih baik perlu ditempuh, yang tidak sekedar rayonisasi, dan juga pengamanan soal dan yang lainnya. Namun yang menjadi masalah sekarang ini adalah kebanyakan yang terjadi karena pihak sekolah ingin mendapatkan prestasi dan nilai yaitu peserta didiknya lulus semua, maka pihak sekolah sering melobi pengawas UN untuk memberi kemudahan bagi para siswa dalam menempuh ujian, dan hal itu menjadikan sangat tidak obyektif. Masalah lagi yaitu karena pengawasan diserahkan kepada pihak perguruan tinggi tertentu, maka pengawasan UN dapat ditunggangi dengan motif-motif tertentu.